Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan minggu lalu bahwa “tidak akan ada bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza”, yang pada dasarnya menandakan niat pemerintahnya untuk terus memberikan hukuman kolektif kepada penduduk sipil di Gaza yang sudah hancur dan dikepung, secara terang-terangan melanggar hukum kemanusiaan internasional.
“Memblokir bantuan ini adalah salah satu cara utama untuk mencegah Hamas mempergunakannya sebagai alat dengan penduduk,” katanya lagi, “Saat ini tidak ada rencana untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, serta tidak ada persiapan untuk memungkinkan bantuan tersebut.”
Banyak LSM terkemuka dan lembaga internasional, seperti Amnesty dan Human Rights Watch, sudah sejak lama menyebut penggunaan bantuan oleh Israel sebagai senjata di Gaza sebagai tindakan genosida. Menanggapi pernyataan terbaru Katz, mereka kembali mengecam kebijakan genosida pemerintah Israel dan meminta sekutu barat Israel segera mengambil tindakan menegakkan hukum internasional.
Namun, kecaman dan seruan tindakan ini jelas gagal menghasilkan hasil yang diinginkan. Setelah 18 bulan kehancuran, Israel masih membombardir, menembaki, mengusir, dan membuat rakyat Palestina kelaparan, sambil secara terbuka menyatakan niatnya untuk terus melakukan kejahatan ini di masa depan. Semua ini masih didukung penuh secara politik, militer, dan diplomatik oleh sekutu Baratnya, termasuk Inggris.
Inilah sebabnya kami percaya sudah waktunya bagi LSM di Inggris untuk mengubah cara mereka bertindak.
Selama 18 bulan terakhir, banyak dari kami yang bekerja di bidang hak asasi manusia dan bantuan di Inggris, telah berulang kali meminta pemerintah kami untuk melakukan tindakan minimal dan menegakkan prinsip dasar hukum internasional kepada sekutunya, Israel. Kami berkampanye, melobi, berdiskusi, dan menjelaskan. Kami menunjukkan bukti, mengacu pada hukum, dan meminta pemimpin kami untuk melakukan hal yang benar. Permintaan kami tidak digubris sama sekali. Kami hanya dihadapkan pada sikap tak peduli.
Hingga hari ini, pemerintah Keir Starmer tetap berdagang dan bahkan menjual senjata ke pemerintah Israel, meski tahu jelas kejahatan-kejahatan yang dilakukan Israel di Gaza dan wilayah Palestina yang diduduki. Pemerintah masih menganggap Israel sebagai sekutu kunci, walaupun Mahkamah Internasional (ICJ) memeriksa tuduhan genosida terkait “perang” di Gaza, dan ada surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk perdana menterinya, Benjamin Netanyahu, atas sejumlah kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Minggu lalu, Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar – diplomat utama dari pemerintah yang sedang diselidiki atas genosida – saat kunjungannya yang tidak diumumkan ke London. Kementerian Luar Negeri mengonfirmasi bahwa Lammy bertemu Sa’ar untuk “membahas Gaza dan isu-isu penting lainnya di Timur Tengah”, pada kunjungan pribadi menteri Israel ke Inggris ini.
Ini tidak dapat diterima. Pejabat pemerintah Inggris seharusnya tidak mengadakan pertemuan apapun, baik terbuka maupun tertutup, dengan menteri senior dari negara yang dituduh melakukan kejahatan paling berat menurut hukum internasional. Mereka tidak boleh “membahas Gaza dan isu penting Timur Tengah” dengan pemimpin Israel saat Israel masih mengebom tenda pengungsi, membunuh jurnalis dan petugas medis, serta menghalangi masuknya bantuan ke rakyat yang terus dikepung.
Tak ada politisi yang dapat mengaku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Puluhan ribu warga Palestina telah dibunuh. Banyak lagi yang cacat, trauma, dan kehilangan tempat tinggal. Rumah sakit, klinik, kamp pengungsi, sekolah, universitas, kawasan perumahan, fasilitas air dan makanan telah dihancurkan. Ratusan pekerja bantuan – lokal dan asing, termasuk dari Inggris – telah menjadi target dan dibunuh karena mencoba membantu warga Palestina.
Masyarakat Inggris secara umum terkejut dengan apa yang dilakukan Israel di wilayah Palestina yang diduduki, dan mereka ingin kekerasan ini dihentikan. Kita sudah melihat hal ini melalui berbagai survei opini publik dan demonstrasi besar di jalanan.
Namun, pemerintah kami tetap keras kepala. Pertemuan yang sulit didapat antara banyak organisasi bantuan dan hak asasi manusia dengan menteri serta pejabat tinggi pemerintah tidak membuahkan hasil apapun. Pemerintah Starmer tidak terpengaruh oleh semua upaya lobi dan kampanye yang kami lakukan. Pemerintah menolak memaksa Israel bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional secara jelas.
Sudah waktunya kita mencoba strategi yang berbeda. Kita tidak bisa terus berdialog dengan pemerintah Inggris seolah ini hanya perbedaan kebijakan biasa. Ini bukan kasus pemerintah kita abai karena prioritas atau kepentingan lain. Ini bukan perbedaan pendapat yang bisa diatasi lewat diskusi. Pemimpin Inggris hari ini tidak hanya mengabaikan kejahatan perang paling keji yang ditayangkan langsung di hadapan kita setiap hari, tapi juga bersikeras mendukung pelaku kejahatan tersebut – secara diplomatik, politik, dan militer – meski sudah ada peringatan dan permintaan putus asa dari sektor hak asasi manusia.
Kami yakin satu-satunya cara bagi LSM untuk benar-benar membuat perubahan di sini adalah dengan menghentikan segala bentuk keterlibatan dengan pemerintah terkait masalah ini. Jika kita terus berbicara dengan pemerintah, kita tidak menolong rakyat Palestina di lapangan maupun rekan-rekan kita yang bekerja dalam bahaya di Gaza. Kita justru memberi pemerintah kesempatan untuk berkata bahwa mereka telah melakukan sesuatu untuk membantu mereka yang terjebak dalam zona maut Israel.
Kita tidak boleh terlibat dalam proses dan pertemuan yang bisa digunakan untuk menutupi keterlibatan Inggris dalam kejahatan Israel.
Daripada mencoba berbicara dengan pemerintah yang tidak mau mendengar, kita sebaiknya mendukung aksi protes, boikot, dan upaya hukum untuk meminta pertanggungjawaban pemimpin Israel atas perannya dalam genosida ini. Pemerintah Inggris mungkin tidak mau memperhatikan kampanye dan laporan kita, tetapi mereka akhirnya akan memperhatikan protes yang semakin besar di jalan-jalan dan putusan hukum di pengadilan Inggris maupun internasional terhadap sekutu Israel mereka. Di saat seperti ini, melanjutkan dialog dengan pemerintah hanya akan membuat kita menjadi alat kebijakan luar negeri Inggris.
Hanya ada satu jalan ke depan. Kita harus tegas menyebut apa yang terjadi di Gaza – yaitu genosida. Kita harus menyebut kejahatannya, menegaskan keterlibatan pemerintah kita, dan memfokuskan upaya kita untuk mengangkat suara rekan-rekan Palestina di lapangan. Bertemu dengan menteri dan pejabat pemerintah di balik pintu tertutup tidak akan mengubah apa-apa, tapi memberitahu masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi di Gaza, dengan dukungan pemerintah kita, bisa saja sangat berarti.
Kami tahu tindakan kami tidak dapat secara ajaib mengakhiri genosida di Palestina yang diduduki, tetapi tindakan tersebut tetap bisa berdampak. Kita bisa menambah tekanan pada mereka yang punya kekuatan untuk menghentikan pembantaian, yang sangat dibutuhkan saat ini. Selain itu, menghentikan pertemuan tanpa hasil dengan pemerintah akan membuat kami bisa mengalihkan perhatian, membangun kembali hubungan dengan publik yang menjadi dasar legitimasi dan kekuatan kami, serta memusatkan energi pada aksi nyata untuk orang-orang yang butuh bantuan.
Tindakan yang kami, sebagai anggota sektor bantuan dan hak asasi manusia di Inggris, lakukan sekarang, tidak hanya berdampak bagi mereka di Gaza. Cara pemerintah, lembaga-lembaga utama, dan masyarakat luas merespon genosida di Gaza akan menjadi preseden bagaimana mereka menangani krisis dan keadaan darurat di masa depan – baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini akan menentukan apakah negara kita akan membela hak asasi manusia dan hukum internasional, atau justru melanggarnya saat dianggap perlu. Hari ini, kita semua harus berjuang demi kebenaran, dan memperlihatkan kepada pemerintah bahwa sikap masa bodoh tidak dapat diterima di tengah genosida, agar kita tidak turut bersalah. Sejarah akan mencatat bagaimana kita merespons situasi ini.
Pendapat dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak selalu mencerminkan pandangan editorial Al Jazeera.