Pernah dengar soal Megatherium? Ini lho, kukang raksasa yang ukurannya segede gajah Asia! Mereka dulu bisa merobek-robek dedaunan di pucuk pohon pakai lidah mereka yang bisa menjulur, mirip jerapah zaman sekarang.
“Mereka kelihatan kayak beruang grizzly, tapi lima kali lebih besar,” kata Rachel Narducci, seorang paleontolog dari Florida Museum of Natural History.
Megatherium ini cuma salah satu dari lebih dari seratus spesies kukang yang pernah hidup di benua Amerika. Nah, DNA kuno mereka sekarang mengungkap kenapa cuma ada enam spesies kukang yang tersisa sampai sekarang.
Para ilmuwan menganalisis DNA dari 403 fosil kukang yang ada di museum, ditambah perkiraan berat badan dan info lingkungan. Hasilnya? Mereka berhasil bikin silsilah keluarga kukang yang detail banget, mencakup 35 juta tahun sejarah evolusi! Dari sini kelihatan, ukuran tubuh kukang purba itu pas banget sama kondisi lingkungan tempat mereka tinggal.
Kukang yang kita kenal sekarang, yang terkenal lambat dan tinggal di pohon, itu udah jago banget beradaptasi sama lingkungan mereka. Mereka punya kekuatan otot lengan yang luar biasa, sistem pencernaan yang dirancang buat menggantung terbalik, dan bahkan mengambil risiko nyawa setiap kali mereka turun ke tanah buat buang air besar.
“Kukang yang hidup sekarang itu lambat banget karena metabolisme mereka rendah,” kata Alberto Boscaini, paleontolog dari University of Buenos Aires, kepada Helen Briggs dari BBC. “Ini strategi mereka buat bertahan hidup.”
Tapi banyak spesies kukang purba yang terlalu berat buat tinggal di pohon, jadi mereka hidup di tanah, kayak Megatherium dan Lestodon. Beda sama kukang sekarang, spesies purba ini lincah di darat dan punya metabolisme yang jauh lebih cepat.

“Beberapa kukang tanah juga punya osteoderm, semacam kerikil kecil, yang tertanam di kulit mereka,” kata Narducci. Dia menjelaskan, benjolan mirip batu ini adalah ciri pertahanan diri di darat yang mereka punya bareng salah satu kerabat terdekat mereka, armadillo.
Bahkan ada juga lho kukang air, namanya Thalassocnus, yang bertahan hidup di daerah kering antara Pegunungan Andes dan Pasifik dengan mencari makan di laut.
“Mereka punya adaptasi mirip manatee,” kata Narducci. “Tulang rusuk mereka padat buat bantu mengapung dan moncongnya lebih panjang buat makan lamun.”

Ukuran tubuh raksasa ini muncul beberapa kali dalam sejarah kukang dan kemungkinan besar membantu mereka bertahan selama zaman es Pleistosen, saat mereka mencapai ukuran terbesarnya. Tapi sekitar 15.000 tahun lalu, banyak spesies ini tiba-tiba lenyap.
“[Ini] tidak sejalan dengan perubahan suhu purba, memperkuat gagasan bahwa dampak manusia memainkan peran yang lebih besar dalam kepunahan kukang tanah daripada perubahan iklim,” simpul para peneliti.
Ukuran tubuh besar yang bikin kukang raksasa hangat dan selamat dari predator lokal malah bikin mereka jadi sasaran predator paling rakus di Bumi: kita. Jumlah mereka turun drastis setelah manusia tiba di Amerika Utara.
Sebaliknya, kukang yang lambat dan tinggal di pohon yang kita kenal sekarang tampaknya lebih beruntung karena bisa menjauh dari jangkauan kita, setidaknya sampai belakangan ini. Dua dari enam spesies yang masih hidup sekarang sudah masuk daftar spesies terancam punah IUCN.

Temuan Boscaini dan timnya menggambarkan kisah global yang makin banyak disadari: kepunahan cepat megafauna setelah kedatangan manusia – skenario yang masih terus terjadi sampai sekarang.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal Science.
(KoranPost)
Sumber: www.sciencealert.com
https://www.sciencealert.com/sloths-the-size-of-elephants-roamed-america-before-abruptly-vanishing