Ahli Jelaskan Cara Melindungi Keluarga dari Batuk Rejan yang Meningkat

May 4, 2025

5 menit teks

Batuk rejan, infeksi bakteri yang bisa sangat berbahaya bagi bayi dan anak kecil, lagi naik daun. Di tahun 2025 aja, Amerika Serikat udah catat 8.485 kasus. Bandingin sama 4.266 kasus di periode yang sama tahun 2024.

Sama kayak campak, yang juga menyebar gak karuan, batuk rejan, atau nama kerennya pertusis, bisa dicegah pakai vaksin yang aman dan efektif.

Tapi karena sentimen anti-vaksin makin kenceng dan layanan imunisasi kena potong, angka vaksinasi batuk rejan pada anak-anak dua tahun belakangan ini malah turun.

The Conversation nanya ke epidemiolog Annette Regan buat jelasin kenapa pertusis bisa jadi marak lagi dan gimana keluarga bisa melindungi diri dari penyakit ini.

Apa itu pertusis dan kenapa bahaya?

Pertusis itu penyakit yang bisa dicegah pakai vaksin, disebabkan sama bakteri Bordetella pertussis. Peneliti di Prancis pertama kali identifikasi bakteri B. pertussis tahun 1906. Epidemi pertusis pertama yang tercatat kayaknya sih kejadian di Paris tahun 1578.

Infeksinya bisa bikin penyakit pernapasan akut yang ciri khasnya batuk parah dan kejang-kejang. Gejala klasik pertusis itu suara “whoop” pas orang lagi berusaha napas waktu batuk parah.

Komplikasi parah pertusis termasuk napas melambat atau berhenti, pneumonia, dan kejang. Penyakit ini paling parah buat bayi, meskipun kasus parah dan kematian juga bisa kejadian di anak yang lebih gede dan orang dewasa.

Beberapa dokter nyebut pertusis “batuk 100 hari” karena gejalanya bisa bertahan mingguan bahkan bulanan.

Organisasi Kesehatan Dunia estimasi 24,1 juta kasus pertusis dan 160.700 kematian terjadi di seluruh dunia pada anak di bawah 5 tahun setiap tahun. Pertusis itu gampang banget nular. Kalau terpapar, 80% orang yang belum pernah terpapar bakterinya atau divaksin bakal kena infeksi.

Untungnya, penyakit ini sebagian besar bisa dicegah pakai vaksin yang aman dan efektif, yang pertama kali dapet izin di AS tahun 1914.

allowfullscreen=”allowfullscreen” frameborder=”0″>

Batuk rejan bikin batuk kejang yang parah sampe susah napas.

Gimana perbandingan kasus tahun lalu dan tahun ini sama tahun-tahun sebelumnya?

Selama pandemi COVID-19 antara 2020 dan 2022, kasus pertusis lebih rendah dari biasanya. Ini mungkin karena kontak sosial terbatas akibat jaga jarak, pakai masker, sekolah tutup, dan langkah-langkah lockdown, yang secara keseluruhan ngurangin penularan penyakit.

Tapi, dua tahun terakhir ini, kasus pertusis udah lewatin angka sebelum pandemi. Tahun 2024, dinas kesehatan lokal dan negara bagian lapor 35.435 kasus pertusis ke Centers for Disease Control and Prevention – lima kali lipat lebih tinggi dari 7.063 kasus tahun 2023 dan hampir dua kali lipat dari 18.617 kasus tahun 2019 sebelum pandemi.

Antara Oktober 2024 dan April 2025, setidaknya empat orang di AS meninggal karena pertusis: dua bayi, satu anak usia sekolah, dan satu orang dewasa.

Kenapa kasus pertusis naik?

Meskipun vaksin udah bikin kasus pertusis di AS turun drastis, angka kejadian penyakit ini udah naik lagi sejak tahun 1990-an, kecuali pas turun sebentar waktu pandemi COVID-19.

Sebelum vaksinasi anak rutin buat pertusis dimulai tahun 1947, angkanya berkisar antara 100.000 sampe 200.000 kasus per tahun. Dengan vaksin, angkanya anjlok di bawah 50.000 per tahun di akhir 1950-an dan di bawah 10.000 per tahun di akhir 1960-an. Angka terendah cuma 1.010 kasus di tahun 1976.

Tapi, mulai tahun 1980-an dan 1990-an, AS dan beberapa negara lain mulai ngeliat kebangkitan kasus pertusis yang stabil, yang udah lebih dari 10.000 kasus di AS setiap tahun dari 2003 sampe 2019. Angkanya turun lagi waktu pandemi sampe naik lagi tahun lalu.

Gak ada satu penjelasan tunggal kenapa kasus naik belakangan ini, tapi ada beberapa faktor yang mungkin berkontribusi. Pertama, pertusis itu emang siklus epideminya alami, puncaknya setiap dua sampe lima tahun.

Bisa jadi AS lagi menuju salah satu puncak ini setelah periode aktivitas rendah antara 2020 dan 2022. Tapi, beberapa ilmuwan nyatet kalau kenaikan kasus ini lebih gede dari yang diperkirakan selama puncak biasa.

Petugas kesehatan ngolah sampel darah pas wabah batuk rejan di Ohio bulan Desember 2010. (National Institute for Occupational Safety and Health)

Beberapa ilmuwan nyatet kalau kebangkitan ini berkorelasi sama perubahan jenis vaksin yang dipake buat anak-anak. Sampe tahun 1990-an, vaksin pertusis isinya sel bakteri B. pertussis utuh yang udah mati. Vaksin sel utuh ini bisa merangsang respons imun yang tahan lama, tapi juga lebih sering bikin demam dan reaksi vaksin lainnya pada anak-anak.

Di tahun 1990-an, program vaksin nasional mulai ganti ke vaksin yang isinya komponen bakteri yang udah dimurnikan, bukan sel utuh. Beberapa ilmuwan sekarang percaya meskipun vaksin sel parsial ini lebih jarang bikin demam tinggi pada anak-anak, perlindungannya cuma sebentar.

Imunitas setelah vaksinasi sel utuh diperkirakan tahan 10-12 tahun dibanding tiga sampe lima tahun setelah vaksin sel parsial. Artinya, orang bisa rentan kena infeksi lebih cepet setelah vaksinasi.

Angka vaksinasi juga gak setinggi seharusnya dan udah mulai turun pada anak-anak sejak 2020. Di AS, persentase anak TK yang udah lengkap vaksin pertusis yang direkomendasiin udah turun dari 95% selama tahun ajaran 2019-20 jadi 92% di tahun ajaran 2023-24. Bahkan lebih sedikit remaja yang dapet dosis booster.

Gimana caranya orang bisa melindungi diri dan keluarga mereka?

Vaksinasi rutin buat anak-anak mulai dari bayi, diikuti dosis booster buat remaja dan dewasa, bisa bantu jaga imunitas tetap tinggi.

Para ahli kesehatan masyarakat nyaranin supaya anak-anak dapet lima dosis vaksin pertusis. Sesuai rekomendasi, mereka harus dapet tiga dosis pertama di usia 2, 4, dan 6 bulan, terus dua dosis tambahan di usia 15 bulan dan 4 tahun, tujuannya buat kasih perlindungan sampe awal masa remaja.

Bayi di bawah 6 minggu belum cukup umur buat divaksin pertusis tapi paling berisiko kena penyakit parah dari pertusis. Vaksinasi selama kehamilan bisa kasih perlindungan dari lahir karena antibodi yang nular dari ibu ke janin yang berkembang.

Banyak negara, termasuk AS, sekarang nyaranin wanita dapet satu dosis vaksin pertusis antara minggu ke-27 sampe ke-36 setiap kehamilan buat lindungin bayi mereka.

Buat jaga perlindungan dari pertusis setelah masa kanak-kanak, dosis booster vaksin pertusis direkomendasiin buat remaja di usia 11 sampe 12 tahun. CDC nyaranin semua orang dewasa dapet setidaknya satu dosis booster.

Young boy receives a vaccine
Perlindungan vaksin pertusis menurun seiring waktu, jadi ahli kesehatan masyarakat nyaranin booster sekitar usia 11 atau 12 tahun. (SELF Magazine via flickr/CC BY 4.0)

Karena imunitas menurun seiring waktu, orang yang kontak sama bayi dan kelompok berisiko tinggi lainnya, kayak pengasuh, orang tua, dan kakek nenek, mungkin perlu dosis booster tambahan. Kalau emang bisa, CDC juga nyaranin dosis booster buat orang dewasa usia 65 tahun ke atas.

Studi keamanan vaksin selama 80 tahun terakhir udah buktiin vaksin pertusis itu aman. Sekitar 20% sampe 40% bayi yang divaksin ngalamin reaksi lokal, kayak nyeri, merah, dan bengkak di lokasi suntikan, dan 3% sampe 5% bayi yang divaksin ngalamin demam ringan.

Reaksi yang lebih parah jauh lebih jarang dan terjadi di kurang dari 1% bayi yang divaksin.

Vaksin ini juga sangat efektif: setahun pertama setelah dapet lengkap lima dosis vaksin pertusis, 98% anak terlindungi dari pertusis. Lima tahun setelah dosis kelima, 65% anak yang divaksin masih terlindungi.

Vaksinasi booster selama masa remaja melindungi 74% remaja dari pertusis, dan vaksinasi booster selama kehamilan melindungi 91% sampe 94% bayi yang diimunisasi dari rawat inap akibat pertusis.

Keluarga bisa ngomong sama dokter mereka buat nanya apakah vaksin pertusis perlu buat anak, diri sendiri, atau anggota keluarga lainnya.The Conversation

Annette Regan, Adjunct Associate Professor of Epidemiology, University of California, Los Angeles

Artikel ini diterbitkan ulang dari The Conversation di bawah lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya.

(KoranPost)

Sumber: www.sciencealert.com
https://www.sciencealert.com/whooping-cough-is-on-the-rise-an-expert-explains-how-to-protect-your-family

Share this post

May 4, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Teruskan membaca

Berikutnya

KoranPost

Administrator WhatsApp

Salam 👋 Apakah ada yang bisa kami bantu?