Peneliti dari Mass General Brigham bekerja sama dengan Boston Children’s Hospital dan Dana-Farber/Boston Children’s Cancer and Blood Disorders Center telah melatih algoritma deep learning untuk menganalisis scan otak setelah perawatan dan mendeteksi pasien yang berisiko mengalami kanker kambuh.
Dalam penelitian ini, mereka mengumpulkan hampir 4.000 scan MRI dari 715 pasien anak di berbagai institusi di Amerika.
“Banyak glioma pada anak sebenarnya bisa sembuh hanya dengan operasi, tapi kalau terjadi kambuh, itu bisa menjadi sangat berat,” kata penulis utama Benjamin Kann, MD, dari Artificial Intelligence in Medicine (AIM) Program di Mass General Brigham dan Department of Radiation Oncology di Brigham and Women’s Hospital.
“Sangat sulit untuk memprediksi siapa yang berisiko mengalami kekambuhan. Karena itu, pasien harus rutin melakukan MRI selama bertahun-tahun, proses yang bisa sangat melelahkan untuk anak-anak dan keluarganya. Kita butuh alat yang lebih baik untuk mendeteksi lebih awal siapa saja pasien yang risikonya paling tinggi.”
Karena penyakit seperti kanker anak termasuk langka, peneliti sering kesulitan mendapatkan banyak data. Studi ini bekerjasama dengan berbagai rumah sakit untuk mengumpulkan ribuan scan MRI dari ratusan anak.
Untuk memaksimalkan kemampuan AI dalam ‘belajar’ dari scan otak pasien dan memprediksi kekambuhan dengan lebih akurat, peneliti menggunakan teknik yang disebut “temporal learning.” Teknik ini melatih model AI untuk menggabungkan informasi dari beberapa scan otak yang diambil dalam beberapa bulan setelah operasi.
Biasanya, AI untuk analisis gambar medis hanya dilatih dari satu gambar saja. Dengan teknik temporal learning, gambar-gambar yang diambil secara berkala dalam jangka waktu tertentu akan membantu algoritma AI dalam memprediksi risiko kekambuhan kanker.
Untuk membangun model temporal learning ini, peneliti pertama-tama melatih AI untuk mengurutkan scan otak pasien setelah operasi sesuai waktu. Dengan begitu, AI bisa belajar mengenali perubahan-perubahan kecil. Dari sana, AI kemudian dilatih lagi supaya bisa menghubungkan perubahan di scan dengan kejadian kanker yang kambuh.
Hasilnya, model temporal learning ini bisa memprediksi kekambuhan glioma (baik yang ringan maupun berat) dalam waktu satu tahun setelah pengobatan dengan akurasi antara 75–89%. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan prediksi AI yang hanya berdasarkan satu gambar, yang akurasinya sekitar 50% (sama saja seperti menebak secara acak).
Memberikan AI lebih banyak gambar dari berbagai waktu setelah pengobatan memang meningkatkan akurasi prediksi, tapi peningkatan ini sudah stabil cukup dengan empat sampai enam gambar saja.
Peneliti tetap mengingatkan bahwa model ini masih perlu diuji lagi di berbagai tempat sebelum benar-benar bisa digunakan di klinik. Harapannya, ke depan bisa dilakukan uji klinis untuk melihat apakah prediksi risiko dari AI benar-benar bisa memperbaiki perawatan pasien, misalnya dengan mengurangi frekuensi scan untuk pasien dengan risiko rendah atau memberikan pengobatan tambahan secara lebih dini untuk pasien berisiko tinggi.
“Kami sudah membuktikan bahwa AI bisa menganalisis dan membuat prediksi dari banyak gambar, bukan hanya satu scan saja,” kata penulis pertama Divyanshu Tak, MS, dari AIM Program di Mass General Brigham dan Department of Radiation Oncology di Brigham.
“Teknik ini bisa diterapkan di banyak situasi di mana pasien sering melakukan pemeriksaan gambar secara berkala, dan kami sangat antusias melihat apa yang bisa dihasilkan oleh proyek ini ke depannya.”
(KoranPost)
Sumber: medicalxpress.com
https://medicalxpress.com/news/2025-04-ai-brain-scans-relapse-pediatric.html