Kanguru Purba Raksasa Lebih Suka Santai di Rumah dan Jarang Keluar, Kata Ilmuwan

April 24, 2025

2 menit teks

Meskipun ukurannya sangat besar, jenis kanguru raksasa purba dari sebuah situs di Queensland ternyata cenderung “anak rumahan” dengan area hidup yang jauh lebih kecil dibandingkan kanguru lain, menurut penelitian terbaru dari Australia.

Protemnodon, yang hidup di benua Australia antara 5 juta sampai 40.000 tahun yang lalu, ukurannya jauh lebih besar dari kanguru modern. Sebagian spesies beratnya bisa sampai 170 kg, lebih dari dua kali lipat berat kanguru merah terbesar saat ini.

Melihat ukuran tubuh mereka, para peneliti awalnya menduga area jelajah mereka akan sangat luas, ujar Chris Laurikainen Gaete, ahli paleo-ekologi dari Universitas Wollongong yang juga penulis bersama riset ini yang terbit di Plos One.

Soalnya, pada mamalia pemakan tumbuhan modern termasuk kanguru, makin besar tubuhnya, biasanya makin luas juga area jelajahnya. Misal, pademelon (marsupial kecil) cuma hidup di area kurang dari satu kilometer persegi, sedangkan kanguru merah bisa meloncat jarak jauh, kadang lebih dari 20 km.

Tapi hasil analisis gigi fosil yang ditemukan di dekat Mt Etna, 30km utara Rockhampton, Queensland, justru menunjukkan hal yang berbeda. Ternyata protemnodon ini hidup dan mati di sekitar gua tempat fosilnya ditemukan, tidak kemana-mana.

Dr Scott Hocknull, ahli paleontologi vertebrata dan kurator senior di Museum Queensland yang juga penulis studi ini, bilang kalau protemnodon di Mt Etna benar-benar “anak rumahan” yang hanya menetap di area kecil sekitar gua batu kapur di sana.

“Kanguru raksasa ini betul-betul santai di rumah, makan daun-daun hutan hujan karena makanannya memang melimpah. Itu tandanya, lingkungannya stabil banget. Selama ratusan ribu tahun, mereka milih untuk tetap tinggal di situ,” katanya.

Populasi protemnodon di Mt Etna kemungkinan “cukup puas” hidup seperti itu cukup lama, lanjut Hocknull. Hutan hujan menyediakan makanan yang cukup, sementara gua-gua jadi tempat aman dari predator purba seperti singa marsupial.

Tapi keputusan hidup di area terbatas ini akhirnya jadi bumerang, kata Hocknull. Mereka jadi rentan punah saat iklim berubah dan hutan hujan mulai menghilang sekitar 280.000 tahun lalu.

Dr Isaac Kerr, ahli paleontologi kanguru di Flinders University yang tidak terlibat dalam studi ini, menyebutkan fosil protemnodon – yang kebanyakan ditemukan di selatan dan timur Australia – menunjukkan ada beberapa spesies yang sudah beradaptasi dengan lingkungan berbeda-beda.

“Kemungkinan dulu mereka hidup di seluruh benua, bahkan sampai Papua Nugini,” ujarnya. Di Tasmania, ditemukan spesies yang bertahan paling akhir, diperkirakan hidup hingga 41.000 tahun lalu.

Kerr mengatakan kanguru megafauna ini ukurannya beragam tapi rata-rata lebih kekar dibanding kanguru modern, dengan kaki yang lebih pendek.

Protemnodon kemungkinan mirip wallaroo, katanya, “bentukan tubuh pendek, berotot, tapi tetap besar jika dibandingkan kanguru masa sekarang”.

Mt Etna jadi salah satu situs fosil terkaya di Australia dan menyimpan bukti adanya hutan hujan zaman Pleistosen serta rekaman perubahan lingkungan ketika hutan hujan berubah jadi kawasan kering dan terbuka.

Langkah peneliti selanjutnya yaitu menerapkan teknik yang sama pada fosil kanguru-kanguru lebih kecil seperti kanguru pohon, pademelon, dan wallaby batu dari Mt Etna – hewan-hewan yang masih ada keturunannya sampai sekarang – untuk memahami kenapa mereka bisa bertahan, sedangkan protemnodon malah punah.

Penelitian ini membandingkan ciri kimia unik di geologi lokal dengan yang ada di gigi fosil, buat mengetahui seberapa jauh tiap hewan pernah bergerak, ujar Gaete.

“Stronsium itu unsur yang beda-beda di tiap lingkungan, misalnya batu kapur punya ciri stronsium yang beda dengan batuan vulkanik atau basalt,” katanya. Zat stronsium ini masuk ke tanah dan tumbuhan, lalu terekam di gigi hewan pemakan tumbuhan yang makan tanaman itu.

Laurikainen Gaete bilang teknik ini bisa membantu memahami, di setiap situs, kenapa spesies megafauna tertentu bisa punah di satu tempat.

Hocknull menyimpulkan: “Penelitian ini benar-benar mengubah cara palaentolog dan ahli ekologi melihat rekaman fosil.”

(KoranPost)

Sumber: www.theguardian.com
https://www.theguardian.com/environment/2025/apr/24/giant-prehistoric-kangaroos-preferred-to-chill-at-home-and-didnt-like-to-go-out-much-scientists-say

Share this post

April 24, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Teruskan membaca

Berikutnya

KoranPost

Administrator WhatsApp

Salam 👋 Apakah ada yang bisa kami bantu?