Kucing Terapi: Bisakah Mereka Menjadi Hewan Terapi yang Baik?

April 28, 2025

4 menit teks

Anjing memang terkenal ramah, antusias, dan sering banget dipakai buat nemenin orang di tempat-tempat kayak rumah sakit, sekolah, atau panti jompo. Tapi, belakangan ini, ada alternatif yang makin populer: kucing terapi.

Istilah ini sering dipakai sembarangan di media dan kurang konsisten di kalangan ilmuwan. Tapi, kalau diartikan secara ketat, terapi dengan bantuan hewan itu adalah kegiatan terstruktur yang dilakukan profesional kesehatan dengan tujuan klinis.

Kebanyakan kucing yang terlibat dalam kerja semacam ini adalah bagian dari layanan berbasis hewan yang lebih luas. Biar gampang, kita pakai aja istilah “kucing terapi” di artikel ini ya.

Kucing terapi dipakai buat ngurangin rasa kesepian dan stres. Mereka dipakai di penjara, sekolah, rumah sakit khusus, panti jompo, dan rumah sakit umum. Mereka direkomendasikan buat orang yang takut anjing atau mungkin kesulitan berinteraksi sama hewan besar kayak kuda.

Lingkungan tempat kucing terapi sering dibawa, kayak panti jompo atau sekolah, bisa berisik, nggak terduga, dan penuh sama orang serta tempat yang asing. Nah, ini justru tempat-tempat yang bisa bikin kucing biasa nggak nyaman.

Kucing biasanya lebih suka hal-hal yang terduga dan lingkungan yang stabil. Sama kayak nenek moyang mereka, kucing liar, kucing domestik memprioritaskan keamanan wilayah dibanding hubungan sosial sama manusia atau kucing lain.

Kucing bergantung sama bau buat navigasi dan merasa aman di lingkungannya. Feromon F3 membantu mereka menandai area sebagai “aman” atau “dikenal”, menciptakan semacam peta bau dari wilayah rumah mereka.

Tapi, tren media sosial belakangan ini nunjukkin perubahan dalam cara kita memandang. Makin sering kita lihat kucing jalan-jalan bareng majikannya di mobil kemping, naik pesawat, atau bahkan naik motor.

Kucing-kucing ini kayaknya bisa toleransi, bahkan kadang nyaman, di lingkungan yang tadinya dianggap terlalu bikin stres buat mereka sama para ahli perilaku hewan. Jadi, apa ya yang bikin kucing-kucing ini beda?

Beberapa kucing bisa dapet manfaat dari kehadiran manusia yang mereka percaya di lingkungan yang asing atau berpotensi bikin stres. Dalam penelitian tahun 2021, peneliti perilaku hewan Alexandra Behnke dan rekan-rekannya nemuin bahwa hampir setengah dari 42 kucing yang mereka uji nunjukkin tanda-tanda efek “secure base”, ikatan yang membantu ngurangin stres dan mendorong eksplorasi saat ketemu lagi sama pemiliknya.

Ini mungkin yang ngebantu kucing terapi ngadepin lingkungan baru.

Penelitian terbaru yang dipimpin oleh Joni Delanoeije, peneliti Belgia di bidang interaksi manusia-hewan, ngejelasin gimana kucing yang dipilih buat layanan berbasis hewan beda dari kucing peliharaan biasa.

Penelitian ini menganalisis respons survei terkait 474 kucing – 12 di antaranya udah ikut layanan semacam itu. Kucing yang terlibat dalam layanan berbasis hewan ternyata lebih ramah sama manusia dan kucing lain, lebih suka diperhatiin, dan nggak terlalu berontak saat dipegang.

Temuan ini nunjukkin bahwa sifat perilaku, kayak keramahan dan toleransi, mungkin bikin beberapa kucing lebih cocok buat berinteraksi sama orang di tempat yang asing. Tapi, jumlah kucing yang bener-bener terlibat dalam kerja layanan di penelitian ini masih sedikit, jadi butuh penelitian lebih lanjut buat narik kesimpulan yang pasti.

Kucing-kucing ini juga punya ikatan yang kuat dan saling percaya sama pawangnya. Sosialisasi dini dan paparan bertahap kayaknya penting banget buat nyiapin kucing biar bisa ngadepin sifat kerja layanan yang nggak terduga.

Meskipun punya sifat-sifat ini, kucing mungkin masih ngadepin tantangan di lingkungan terapi. Dalam penelitian global tahun 2023 tentang layanan berbasis kucing, psikolog AS Taylor Griffin dan Lori Kogan nemuin bahwa bahkan kucing yang udah adaptasi dengan baik pun bisa kesulitan di praktik.

Penelitian itu nemuin bahwa 68% pawang ngakhirin kunjungan lebih awal karena mereka ngerasa itu yang terbaik buat kucingnya. Pawang dalam penelitian ini juga ngejelasin ikatan yang kuat sama kucing mereka – hubungan yang mungkin jadi kunci kemampuan kucing buat adaptasi, ngasih rasa aman dan terduga di lingkungan yang berpotensi bikin stres.

(Westend61/Getty Images)

Gimana Kucing Terapi Dibanding Anjing?

Kucing beda sama anjing dalam kebutuhan sosial, temperamen, dan toleransi terhadap perubahan. Perbedaan ini harus diperhatiin banget saat milih mereka buat kerja terapi – tapi dengan perbedaan itu, muncul juga keuntungannya.

Misalnya, kucing terapi mungkin ngasih manfaat lebih buat orang yang ngaku sebagai “pecinta kucing”. Penelitian nunjukkin bahwa pengakuan diri ini terkait sama sifat kepribadian, di mana pecinta kucing seringkali lebih mandiri, kreatif, dan mandiri.

Pecinta anjing cenderung lebih ramah, supel, dan suka berkelompok. Pecinta kucing mungkin merasa lebih nyaman di setting terapi satu lawan satu, sementara pecinta anjing mungkin lebih suka aktivitas kelompok.

Preferensi terhadap spesies juga bisa ngaruh ke respons emosional. Dalam penelitian tahun 2022, peneliti Jovita Lukšaite dan rekan-rekannya pakai software ekspresi wajah buat menganalisis reaksi peserta terhadap gambar hewan.

Gambar kucing dan anjing memicu tingkat kebahagiaan yang mirip rata-rata, tapi gambar anjing memunculkan rasa takut yang jauh lebih besar. Takut anjing bisa ngurangin efektivitas terapi berbasis anjing buat beberapa orang, bikin kucing jadi alternatif yang berharga.

Anjing mungkin jago ngasih dukungan emosional lewat interaksi fisik, tapi dengkuran kucing punya karakteristik unik yang bisa ngasih manfaat terapi. Penelitian tahun 2001 nemuin bahwa kucing domestik mendengkur pada frekuensi antara 25 dan 50 hertz – frekuensi yang ningkatin penyembuhan pada manusia.

Meskipun kurang penelitian terbaru yang mendukung temuan ini, penelitian tahun 2021 nemuin bahwa pemilik kucing ngelaporin bahwa dengkuran kucing mereka punya efek menenangkan.

Jadi, anjing mungkin hewan terapi tradisional, tapi kucing juga nunjukkin mereka punya kemampuan. Dengan temperamen dan pelatihan yang tepat, kucing bisa nawarin sesuatu yang beda buat mereka yang butuh kenyamanan.

Grace Carroll, Dosen Perilaku dan Kesejahteraan Hewan, School of Psychology, Queen’s University Belfast

Artikel ini diterbitkan ulang dari The Conversation di bawah lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya.

(KoranPost)

Sumber: www.sciencealert.com
https://www.sciencealert.com/do-cats-make-good-therapy-animals-its-complicated

Share this post

April 28, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Teruskan membaca

Berikutnya

KoranPost

Administrator WhatsApp

Salam 👋 Apakah ada yang bisa kami bantu?