Dr. Bernard Schayes, seorang dokter di New York City yang praktik di Mount Sinai IPA dan Northwell Health IPA, mengalami kesulitan saat harus menerapkan perawatan berbasis nilai (value-based care).
TANTANGANNYA
Salah satu tantangan utamanya adalah memastikan pasien tetap rutin menjalani pemeriksaan penting, seperti kolonoskopi, mammogram, pemeriksaan fisik tahunan, skrining diabetes dan kolesterol, tes Pap untuk pasien muda, dan skrining depresi.
Sering kali, pasien melewatkan pemeriksaan penting ini karena tidak ada pengingat, masalah jadwal, atau hambatan akibat faktor sosial dan lingkungan.
“Mengurus semua ini secara manual butuh waktu lama dan kurang efisien,” kata Schayes. “Tim kami harus menghubungi pasien satu per satu, mengirim pengingat, dan melakukan follow up berulang kali—sering kali hasilnya tidak maksimal. Kami juga ingin menangani faktor sosial penentu kesehatan (SDOH), tapi tanpa sistem yang terintegrasi, tetap saja ada celah dalam pelayanan—ini bisa membahayakan pasien dan membuat kami sulit mencapai target perawatan berbasis nilai.”
USULAN SOLUSI
Schayes akhirnya menggunakan teknologi koordinasi perawatan yang didukung AI (kecerdasan buatan) untuk menjembatani kekurangan ini. Sistem ini bisa melakukan outreach secara otomatis, meningkatkan keterlibatan pasien, dan memastikan koordiansi jadi lebih lancar. Dengan teknologi ini, Schayes dan timnya bisa lebih fokus pada perawatan pasien, bukan administrasi yang memakan waktu.
“Teknologi AI ini mengumpulkan data penting dari riwayat pasien, seperti hasil laboratorium, X-ray, dan riwayat kunjungan dokter,” jelasnya. “AI memeriksa data rekam medis dan riwayat keluarga, lalu memanfaatkan analisis prediktif agar hasil perawatan pasien jadi lebih baik. Dengan cara ini, perawatan bisa lebih personal dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien, tapi keputusan akhir tetap di tangan dokter.”
MENGHADAPI TANTANGAN
“Teknologi AI ini saya pakai di luar sistem EHR (rekam medis elektronik) biasa, karena AI ini hanya bisa membaca file, tidak bisa menuliskannya,” kata Schayes. “AI menelusuri rekam medis pasien dan mengambil data yang bermanfaat.”
Schayes memberi contoh untuk memperjelas.
“Kalau di urin pasien ditemukan albumin, mereka berisiko tinggi mengalami gagal ginjal di masa depan,” jelasnya. “Dengan intervensi dini, kita bisa mencegah dialisis. Hal ini juga berlaku untuk kadar kolesterol, gula darah (A1C), dan banyak data lainnya.
“Jadi, sangat penting mendeteksi atau minimal mengidentifikasi siapa saja yang berisiko lebih awal,” lanjutnya. “Di sinilah AI sangat membantu karena bisa menemukan tren ini jauh lebih cepat daripada manusia.”
AI juga bisa membaca dan menganalisa tren pada EKG dengan kemampuan prediktif untuk mencegah penyakit jantung, secara lebih cepat dan akurat dibandingkan manusia jika parameternya jelas. Dengan begitu, AI bisa menghemat jutaan dolar untuk sistem kesehatan dan memungkinkan dokter jadi lebih proaktif tanpa menambah beban kerja mereka yang sudah berat.
HASILNYA
Bagi Schayes, AI telah membantu menutup celah pelayanan penting dengan memanfaatkan sumber daya staf secara efisien. AI mengidentifikasi hal-hal yang perlu ditindaklanjuti—setelah disetujui Schayes—dan staf bisa memilih menghubungi pasien lewat SMS, email, atau telepon. Dengan cara ini, pelayanan yang tadinya terlewat bisa tertangani dalam alur kerja yang efisien dan produktif.
SARAN UNTUK YANG LAIN
“Teknologi AI punya potensi besar untuk meningkatkan pelayanan pasien, mengurangi pekerjaan administratif yang membosankan bagi tenaga medis, dan pada akhirnya meningkatkan kesehatan masyarakat,” kata Schayes. “Dengan adanya AI, data dan analisis prediktif akan lebih mudah dihubungkan, dan kualitas pelayanan dari tenaga medis akan semakin baik sehingga hasil untuk pasien pun meningkat.”
“Alur kerja saya berubah sejak memakai AI,” lanjutnya. “Saya merekam konsultasi pasien secara real time atas izin mereka. Saya pakai mikrofon besar yang bisa dilihat pasien supaya transparan. Platform AI ini merekam konsultasi dan menyingkirkan hal yang tidak relevan.”
AI juga sangat baik dalam mencatat riwayat positif, temuan fisik yang signifikan, dan tanda-tanda vital.
“Yang terpenting, saya tetap yang menentukan diagnosis akhir,” tambahnya. “AI kemudian membuat catatan kunjungan yang lengkap dan sangat akurat dalam menginput kode diagnosis yang benar, sehingga saya tidak perlu lama-lama mengetik dan memasukkan data.”
“AI membuat data lama gampang diakses dan kemampuan analisis prediktifnya akan semakin bagus ke depannya,” tutup Schayes. “Saat ini, kita baru mulai menyaksikan perubahan besar di bidang kesehatan masyarakat.”
(KoranPost)
Sumber: www.healthcareitnews.com
https://www.healthcareitnews.com/news/one-physician-ai-helps-close-significant-care-gaps